Ada dua cara membahagiakan orang tua, yang pertama cara wajar dan yang kedua cara bar-bar. Cara yang pertama, sesuai namanya, adalah cara yang wajar dan sudah banyak dilakukan banyak anak yakni dengan tumbuh menjadi anak yang sukses dan bisa dibanggakan. Sedangkan cara yang kedua, yakni cara bar-bar adalah dengan hanya membahagiakan diri sendiri tanpa memperhatikan orang tua. Iya, kamu tak salah membaca, saya mengaggap ini masih dapat dikategorikan cara membahagiakan orang tua, karena konon katanya kebahagiaan anak adalah juga kebahagiaan orang tua. Ya walaupun bisa dibilang ini adalah cara yang tak wajar dan lebih ke arah kurang ajar jika panjenengan terapkan.
Saya sendiri, seperti anak lain pada umumnya, ingin sekali membahagiakan orangtua. Namun sayang, hingga saat ini saya merasa masih tak mampu. Sebab sejauh ini, saya belum juga tumbuh menjadi anak yang sukses dan shaleh, masih belum memiliki bisnis menggurita ataupun hafal Al-Quran 😞. Pun, saya juga tak mau membahagiakan orangtua dengan cara bar-bar, sebab banyak kebahagiaan-kebahagiaan saya yang sejujurnya tidak membuat orang tua saya ikut bahagia, sunmori dengan herbibin, misalnya.
Maka, saya mencoba mencari cara lain untuk membahagiakan orangtua. Dan pada akhirnya, saya menemukan bahwa ada banyak cara-cara lain yang sederhana yang mampu membuat orangtua bahagia. Salah satunya adalah dengan membiarkan mereka merasa cerdas, pintar, dan tahu segalanya.
Saya jadi teringat ketika almarhum bapak masih hidup. Tiap sorenya, selesai maghrib, satu-satunya hiburan di keluarga kami saat itu adalah menonton televisi. Sambil menikmati kacang goreng buatan ibu, sering saya dan bapak ngobrol membahas apa yang sedang ditayangkan televisi.
Dan ya… bapak itu, sering kali kemlinthi-nya minta ampun, ya memang harus diakui, walaupun beliau tak berpendidikan tinggi, namun wawasannya sangat amat luas. Termasuk hal-hal yang berhubungan dengan Biologi, salah satu pelajaran yang tak saya suka karena lebih banyak menghafal daripada mempraktekkan. Contohnya, dari SMP saya sudah tahu dan hafal organ reproduksi, namun hingga kini boro-boro mempraktikan, melihatnya saja belum pernah, selain dari video viral ataupun organ milik sendiri. Wehdahlah….
Kembali ke topik, Bapak ini, seringkali memberikan tebak-tebakan untuk menunjukan bahwa wawasannya luas. Dan seringkali juga, karena saya ingin membuat Bapak happy, saya memilih untuk pura-pura tidak tahu.
Contohnya saat itu, beliau tiba-tiba bertanya pada anak-anaknya yang sibuk mengunyah kacang goreng sambil menonton berita tv yang menyiarkan gagal panen. “Kamu tahu, apa nama ilmiah padi?”
Dengan segala kerendah-hatian, saya bilang saja sama Bapak kalau saya tidak tahu, tentu sekadar membesarkan hati Bapak, karena biasanya, setelah saya menjawab tidak tahu, Bapak pasti akan menimpali: “Mosok nama ilmiah padi saja tidak tahu,” kata bapak dengan nada yang mengejek.
“Nama ilmiah padi itu Oryza sativa, diingat-ingat, penting itu,” lanjutnya dengan tampang yang sok, seakan-akan tidak ada ilmu pengetahuan lain yang urgensinya lebih tinggi dari sekadar nama ilmiah padi.
Kalau sudah begitu, saya hanya bisa berakting pah-poh, ngah-ngoh, ndah-ndoh, plonga-plongo. Berakting seolah saya memang benar-benar tidak tahu apa nama ilmiah padi, berakting seakan-akan saya mendapat pencerahan yang begitu luar biasa setelah diberi tahu nama ilmiah padi oleh Bapak.
Seketika, kebahagian menyebar ke semua orang dalam ruangan, termasuk Ibu, dan kakak saya Sungguh, raut kepuasan bapak setelah memberikan “pencerahan”-nya kepada saya soal nama ilmiah padi adalah seindah-indahnya kebahagiaan. Al-fatihah untuk Bapak disana 🙂
Leave a Reply