Tempat Corat-Coret Dikala Senggang

Menu Makanan Tiap Hari Sama? Tak Masalah Bagi Saya 😊

Banyak orang mudah bosan dengan makanan yang mereka makan, tapi tidak dengan saya.

Kepada seorang teman, saya pernah bertanya kenapa ia selalu berganti-ganti merek rokok. Jawaban yang ia berikan sangat diplomatis dan cukup memberikan perspektif baru.

Rokok itu, kata teman saya, serupa seperti makanan. Semuanya enak, tergantung dari siapa yang merasakannya.

Ia kemudian menjelaskan, bahwa kebiasaannya berganti-ganti merek rokok tak ubahnya seperti ia berganti-ganti makanan yang ia makan.

“Ya aku ada sih rokok yang tetap, tapi kadang aku juga bawa rokok merek lain, buat sampingan,” terangnya, “Kamu kalau makan ayam seminggu berturut-turut kan pasti bosen juga tho?”

Saya mengangguk. Walau sebenarnya, saya sebenarnya bisa agak menganggu argumennya sebab pertanyaannya dia menyadarkan saya bahwa saya adalah tipikal orang tak mudah bosan pada makanan.

Saya bisa dan sanggup makan menu ayam selama seminggu berturut-turut. Setiap hari. Dengan tetap berselera.

Pertanyaan tentang relevansi makanan dan rokok itu kemudian membuka perenungan saya tentang kebiasaan (atau sifat) saya yang ternyata tak pernah bosan pada satu makanan tertentu.

Dulu, sekira masih tinggal dengan ibu, saya hampir setiap hari selalu makan siang dengan ayam bakar Kalasan di Harapan Indah. Menu nasi ayam bakar, sambal, dan tempe, yang saya temukan secara tak sengaja saat masih tinggal di Harapan Indah.

Pertemuan saya pada ayam bakar Kalasan itu kemudian memulai hari-hari saya berikutnya dengan sebuah rutinitas yang statis.

Baca juga:  Biodata KH. Noer Ali, Ulama dan Juga Pahlawan Asal Bekasi

Enam bulan berikutnya, nggak di rumah ngak di kantor, saya menemukan menu yang serupa yakni ayam bakar, namun kali ini berlokasi di kantin sebelah kantor saya yakni kantor pajak.Sama seperti di rumah, hampir tiap hari saya tak pernah ganti-ganti. Dan ajaib, saya benar-benar tak pernah bosan dengan itu.

Beberapa teman kemudian ikut-ikutan untuk mencoba ayam bakar tersebut. Dan pada kenyataannya, mereka juga ketagihan. Namun mereka ternyata punya batasannya sendiri. Baru tiga hari makan siang dengan ayam bakar, di hari keempat, mereka sudah memilih menu lain.

“Bosen, dari kemarin ayam bakar terus,” kata teman saya. “Kamu nggak bosen?”

“Enggak.”

Kelak, ayam bakar itu kemudian tak bisa lagi saya pesan, karena saya sudah tidak setiap hari pulang ke rumah. Tapi, ayam bakar yang di pajak dekat kantor, masih bisa kok hehe

Pengalaman masa lalu saya pun berulang. Di tempat tinggal saya saat ini, saya menemukan menu lain yang cocok di lidah, yakni bebek Madura. Persis setelah saya merasa cocok dengan bebek Madura tersebut, saya kemudian memutuskan untuk terus mengonsumsinya.

Berbulan-bulan kemudian, menu makan malah saya hampir selalu penyetan bebek Madura Tomang.

Saya lantas mencoba untuk mengingat masa-masa lalu saya dan memang pada kenyataannya saya sudah sangat akrab dengan ketidak bosanan atas makanan tertentu.

Saat SMA, hampir selama tiga tahun, saat istirahat saya selalu mengonsumsi jajanan yang sama, yakni 1 buah biskuit dan 1 buah kopi gelas yang kalau ditotal, saya hanya perlu mengeluarkan seribu rupiah.

Baca juga:  Padahal Tak Ada Bagusnya, Kenapa ada KaTa Good Dalam Kata Goodbye?

Tidak munculnya rasa bosan dalam diri saya tersebut kemudian menjadi sebuah polemik tersendiri setelah saya menikah.

Istri saya adalah tipikal orang yang sangat eksploratif dalam urusan masak. Setiap hari, ia selalu mencoba menu-menu baru untuk ia masak. Dan tentu, tidak semua masakan yang ia masak saya suka. Namun sekali saya suka masakannya, saya bisa memakan masakan tersebut berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan lamanya.

Saya suka sambel merah yang dimasak oleh istri saya. Itulah kenapa, kalau istri saya bertanya hari ini ingin dimasakin apa, jawaban saya selalu saja sama, apa saja asalkan ada sambal merahnya ya.

Kebiasaan itu terus melekat bahkan saat saya harus bepergian ke luar kota.

Mau seeksotis dan semeriah apapun keragaman kuliner yang ada di sebuah kota, selalu saja menu yang saya cari adalah mie ayam, ayam bakar, atau bebek goreng. Kalau mentok nggak ada, ya nasi padang.

Apakah ini membuat saya tersiksa? Entahlah, yang jelas, saya selalu merasa nyaman-nyaman saja makan makanan yang saya suka berulang-ulang ketika kawan-kawan lain sudah mencoba banyak menu makanan beraneka ragam.

Yah, setidaknya, dengan kebiasaan ini, saya jadi otoritatif buat ngasih gombalan klasik kepada istri saya “Sama makanan aja aku setia, apalagi sama kamu.”

Begindang….

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *